Kamis, 04 Juni 2015
Propolis, Lebih Berkhasiat Dibandingkan Pengobatan Medis Jutaan Rupiah
Warna
propolis beragam, meski pada umumnya cokelat gelap. Namun,
kadang-kadang ditemukan juga propolis berwarna hijau, merah, hitam,
bahkan putih tergantung dari sumber resin. Produksi propolis relatif
kecil, 20 gram setahun dari 200.000 lebah. Karena warnanya yang
cenderung gelap itulah banyak peternak lebah menganggap propolis sebagai
kotoran.
Apalagi
para peternak itu juga belum mengetahui khasiat propolis. Oleh karena
itu mereka justru membuang propolis dari sarang karena menganggap kotor.
Padahal, untuk memanen propolis, relatif mudah. Peternak mengerok
secara hati-hati dan mengekstraknya. Nah, karena jarang dilirik
peternak, maka penggunaan propolis untuk kesehatan kalah populer
ketimbang produk lebah lain seperti madu dan royal jeli. Peternak lebah
di Amerika Serikat juga menganggap propolis sebagai bahan pengganggu.
Propolis melekat di tangan, pakaian, dan sepatu ketika cuaca panas serta
berubah keras dan berkerak ketika dingin.
Padahal,
harga propolis jauh lebih mahal daripada madu. Baru pada akhir 1990-an
propolis dilirik sebagai bahan berkhasiat ketika Jepang meriset lem
lebah untuk kesehatan. Takagi Y dari Sekolah Kesehatan Universitas
Suzuka membuktikan keampuhan propolis meningkatkan sistem imunitas
tubuh. Riset lain dari University of Japan membuktikan bahwa propolis
mengurangi risiko sakit gigi. Dari pembuktian ilmiah itulah penggunaan
propolis sohor di Jepang.
Menurut
Hotnida penggunaan propolis di Indonesia juga terpengaruh hasil riset
di Jepang. Masyarakat di Indonesia ramai menggunakan lem lebah alias
propolis pada 2 tahun terakhir.
Riset Ilmiah
Seiring
dengan tren pemanfaatan propolis, para periset menguji ilmiah lem lebah
itu. Dra Mulyati Sarto MSi, peneliti di Fakultas Biologi Universitas
Gadjah Mada, membuktikan bahwa propolis sangat aman dikonsumsi. Dalam
uji praklinis, Mulyati membuktikan LD50 propolis mencapai lebih dari 10.000 mg. LD50 adalah lethal dosage alias dosis yang mematikan separuh hewan percobaan.
Jika
dikonversi, dosis itu setara 7 ons sekali konsumsi untuk manusia
berbobot 70 kg. Faktanya, dosis konsumsi propolis di masyarakat amat
rendah, hanya 1 – 2 tetes dalam segelas air minum. Dosis penggunaan lain
pun hanya 1 sendok makan dilarutkan dalam 50 ml air.
‘Tingkat
toksisitas propolis sangat rendah, jika tak boleh dibilang tidak
toksik,’ kata Mulyati. Bagaimana efek konsumsi dalam jangka panjang?
Master Biologi alumnus Universitas Gadjah Mada itu juga menguji
toksisitas subkronik. Hasilnya konsumsi propolis dalam jangka panjang
tak menimbulkan kerusakan pada darah, organ hati, dan ginjal. Dua uji
ilmiah itu – toksisitas akut dan toksisitas subkronik – membuktikan
bahan suplemen purba itu sangat aman dikonsumsi.
Propolis
itu pula yang dikonsumsi Evie Sri, kepala Sekolah Dasar Negeri
Kertajaya 4 Surabaya, untuk mengatasi kanker payudara stadium IV. Evie
akhirnya sembuh dari penyakit mematikan itu. Kesembuhannya selaras
dengan riset Prof Dr Mustofa MKes, peneliti di Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, yang meriset in vitro propolis sebagai
antikanker. Sang guru besar menggunakan sel HeLa dan Siha – keduanya sel
kanker serviks – serta T47D dan MCF7 (sel kanker payudara).
Selain
itu ia juga menguji in vivo pada mencit yang diinduksi 20 mg
dimethilbenz(a)anthracene (DMBA), senyawa karsinogenik pemicu sel
kanker. Frekuensi pemberian 2 kali sepekan selama 5 minggu. Hasil riset
menunjukkan propolis mempunyai efek sitotoksik pada sel kanker. Nilai IC50 pada uji in vitro mencapai 20 – 41 μg/ml. IC50 adalah inhibition consentration alias konsentrasi penghambatan propolis terhadap sel kanker.
Untuk
menghambat separuh sel uji coba, hanya perlu 20 – 41 μg/ml. Angka itu
setara 0,02 – 0,041 ppm. Bandingkan dengan tokoferol yang paling top
sebagai antioksidan. Nilai IC50tokoferol cuma 4 – 8 ppm.
Artinya ntuk menghambat radikal bebas dengan propolis perlu lebih
sedikit dosis ketimbang tokoferol. Dengan kata lain nilai antioksidan
propolis jauh lebih besar daripada tokoferol.
Pada uji in vivo,
propolis berefek antiproliferasi. Proliferasi adalah pertumbuhan sel
kanker yang tak terkendali sehingga berhasil membentuk kelompok. Dari
kelompok itu muncul sel yang lepas dari induknya dan hidup mandiri
dengan ‘merantau’ ke jaringan lain. Antiproliferasi berarti propolis
mampu menghambat pertumbuhan sel kanker.
‘Terjadi
penurunan volume dan jumlah nodul kanker pada tikus yang diberi 0,3 ml
dan 1,2 ml propolis,’ ujar dr Woro Rukmi Pratiwi MKes, SpPD, anggota tim
riset. Dalam penelitian itu belum diketahui senyawa aktif dalam
propolis yang bersifat antikanker. Namun, menurut dr Ivan Hoesada di
Semarang, Jawa Tengah, senyawa yang bersifat antikanker adalah asam
caffeat fenetil ester.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar